Wednesday, June 18, 2008

tulisan iseng..

PILIHAN MONICA

Nafisah Fattah

"Nama kamu siapa? kok nggak sekolah, emh…tapi kamu nggak bolos kan?" anak kecil berumur tujuh tahun itu hanya diam menundukkan wajah dan berusaha menyeret tubuhnya sedikit demi sedikit ke tembok jembatan yang ada di belakangnya menjauhi wanita cantik di depannya.

"Kamu takut ya…sama kakak, ya sudah nama kakak Monica, kamu bisa panggil Monic atau Ika, terserah kamu. Oke, sekarang nama kamu siapa?"

Karena keramahan dan kelembutanku, akhirnya dia bersuara juga.

"Aku nggak punya nama, tapi orang-orang di sini memanggilku Bejul, kakak cantik seperti bidadari, kenapa mau berteman dengan saya yang kotor, orang-orang yang tinggal di bawah jembatan itu nggak mau berteman denganku, kata mereka aku bau dan bodoh, padahal mereka sendiri kan juga bau dan kotor seperti Bejul" tangan kecilnya yang hitam dan sedikit besisik karena terpaan matahari menunjuk ke bawah jembatan tempat di mana ia duduk sekarang.

"Bejul…kamu jangan khawatir, mulai saat ini kakak mau jadi temanmu. Oh ya, yang paling penting dari itu semua adalah hati kita" sambil merapatkan kedua telapak tangan ke atas dadaku

"Hi…hi…kakak cantik dan baik deh" dia tertawa senang hingga tanpa sadar menunjukkan gigi-gigi kuningnya yang lama tidak tersentuh sikat gigi. Sesaat seperti lupa akan cobaan-cobaan yang sedang menggelayuti hidupnya

"Bejul, kakak boleh nanya nggak?".

"Boleh, mau nanya apa?"

"Selama ini kakak perhatikan Bejul sendirian terus ya…orang tua Bejul ke mana?" basa-basiku padanya, walaupun aku tahu tentang ketiadaan orang tuanya yang tewas karena jadi korban bom nyasar yang akhir-akhir ini marak terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta ini.

"Nggak tahu, dari kecil Bejul dirawat sama wak Nini, dia bilang Bejul ditemukan di pinggir sungai dekat jembatan ini, wak Nini baik sekali sama Bejul, kata wak Nini seandainya dia punya uang banyak ingin sekali menyekolahkan Bejul, tapi sayang wak Nini hanya penjaga kios kecil di samping jembatan itu saja, ya sudah akhirnya wak Nini menyuruh Bejul ngemis. Sekarangpun wak Nini telah meninggalkan Bejul. Bejul iri dengan teman-teman yang punya orang tua, setidaknya saudaralah" kata-katanya yang terkesan polos mengalir seolah merasakan sedikit kelegaan bisa mengutarakan beban di hatinya yang lama tidak tersampaikan

"Ya sudah…Bejul jangan sedih lagi, kan ada kakak"

"Makasih ya kak"

"Oh ya, sekarang ini Bejul masih ingin sekolah nggak?"

"Dari dulu sampai sekarang Bejul tetap ingin sekolah, memangnya kenapa kak?" sorot matanya yang polos seakan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang kuajukan dari tadi. Begitu perhatiankah aku padanya.

"Nggak, nggak ada apa-apa, eh Bejul, kamu lapar nggak? Kakak punya makanan yang banyak sekali, Bejul mau nggak?"

"Sudah dua hari perut Bejul tidak kemasukan nasi, sebenarnya Bejul mau tapi malu" sambil tersenyum malu-malu, tangannya yang kecil menepuk-nepuk perutnya yang kembung, seolah ingin membuktikan kalau perutnya benar-benar tidak terisi makanan sejak kemarin.

"Malu sama siapa? Kan Bejul sudah jadi teman kakak, nanti kalau Bejul mau bisa ambil makanan sesuka hati Bejul"

"Benar ya kak, asyik…terima kasih"

Ahh…akhirnya dapat juga. Bejul, anak berusia sebelas tahun yang menjadi targetku sebagai misionari. Aku memilihnya karena anak itu terlihat cerdas walau tidak terawat. Dan mungkin juga tidak terasah. "Terima kasih tuhan…" aku hanya bisa merapatkan kedua tangan ke atas dadaku, dan satu poin lagi buat Monic dari pendeta Lawrence.

Walaupun jijik dan sesekali menahan muntah dari bau badan Bejul, tapi aku tetap berusaha agar terlihat benar-benar tulus, aku mengajaknya pergi menuju ke mobilku yang sejak tadi kuparkir agak jauh dari jembatan tempat Bejul biasa mangkal. "Bejul, Bejul, kamu memang bau dan bodoh" aku hanya bisa mengumpat dan mentertawakan kepolosannya dalam hati.

"Bapak tunggu saja di sana, aku sudah mendapatkannya" aku menutup handphone di tanganku dengan senyum puas.

Mobil melaju seperti tanpa beban membawaku dan Bejul ke gereja Paulus tempat pendeta Lawrence bertugas sebagai pembabtis anak-anak jalanan yang baru masuk Kristen. Tanpa aku sadari sudut mata Bejul seperti keheranan mendengar pembicaraanku barusan. Tapi dia hanya bisa membalas senyuman yang kutampakkan.

***

"Kau memang pantas dijuluki anak emasnya pendeta Lawrence, Monic" pujiku sendiri dalam hati ketika memasuki pintu gereja. Di sana ada senyum terkembang milik pendeta Lawrence.

"Selamat datang di dunia kamu yang baru anakku" ucap lelaki tua yang baru keluar dari gereja. "Anggap aku sebagai pengganti orang tua kamu ya…" lanjutnya.

"Monic, bawa dia ke asrama, berikan baju bersih dan makanan"

"Baik pak, ayo Bejul" tanganku tanggap menarik jari-jari kecil membawanya ke asrama di samping gereja yang telah dipersiapkan untuk anak-anak jalanan yang masih dalam proses pembaptisan.

***

Di taman gereja yang luas, di kursi panjang, tepat di bawah pohon yang rindang, aku masih duduk sendiri. Hari ini sepi karena memang bukan waktu beribadah. Karena akan menjadi biarawati jadi aku harus sering ada di gereja. Untung ada pendeta Lawrence yang sabar, seperti pengganti ayahku yang sudah meninggal setahun yang lalu.

"Door! hayo kakak melamun ya…" Bejul mengagetkanku dari belakang. Entah kenapa jika dibandingkan dengan anak-anak lainnya aku bisa dibilang hanya dekat dengan Bejul. Selain ia anak terakhir yang menjadi targetku dari seratus orang lainnya, ia begitu cerdas, cepat dan tanggap terhadap pelajaran keagamaan yang kuajarkan setiap malam sebelum tidur. Walau kadang aku merasa sebal juga dengan kekritisannya.

"Eh Bejul, bikin kakak kaget saja. Bagaimana dengan pelajaran di sekolah tadi?" aku mencoba untuk memberi perhatian padanya.

“Kak, Bejul mau ngomong sesuatu sama kakak, boleh ya” tanpa menunggu jawaban iya dariku, dia sudah meletakkan pantatnya di atas bangku di mana aku duduk. Aku hanya tersenyum melihatnya sedang menaruh buku-buku sekolahnya di sudut bangku.

“ Mau ngomong apa Bejul” walau dengan agak malas, aku berusaha tetap memperhatikannya.

“Bejul rindu sama wak Nini, sore-sore begini, Bejul tidak akan lupa sama teriakan wak Nini kalau Bejul terlambat ngaji di musholla dekat rumah” matanya menerawang, seakan ingin memutar kilas balik cerita hidupnya.

”Bejul juga rindu sama kakak-kakak mahasiswi yang mengajar Bejul mengaji. Mereka baik seperti kak Monic” lanjutnya.

"Oh ya, barusan kakak tanya tentang sekolah ya, bingung kak, masa kata bu guru Elly tuhan dalam Kristen itu ada tiga, yang pertama Yesus, yang kedua bunda Maria terus yang ketiga tuhan anak,Isa Almasih" lanjutnya lagi.

"Apanya yang bingung, kan sudah jelas" aku masih tetap berusaha tersenyum. Pasti seperti yang kemarin, dengan alasan-alasan yang disampaikannya seperti menghujat kerancuan ajaran tuhanku. Umurnya memang masih kecil, tapi kritisnya membuat aku dan pendeta Lawrence sebal.

Sudah dua bulan sejak itu. Bejulpun sudah masuk sekolah Kristen seperti anak-anak lain sebelumnya yang tinggal di asrama gereja.

“Soalnya yang Bejul tahu, tuhan itu cuma satu”

“Kok Bejul bisa bilang seperti itu”

“Karena tuhan memang tidak sama dengan manusia, kalau tuhan lebih dari dua berarti sama dengan manusia. Dan ini malah tiga”

“Yang penting Bejul percaya saja itu sudah cukup”

“Tapi Bejul lebih percaya pada apa yang diajarkan kakak-kakak mahasiswi di musholla dulu, ajaran tentang Islam”

”Lalu” tanyaku masih penasaran dengan ocehan-ocehannya yang kalau dipikir-pikir ada benarnya juga.

Entah dari mana perbincangan yang kami mulai. Tanpa kami sadari terjadi debat kecil antara aku dengan Bejul. Aku baru sadar selama ini aku juga memaksakan diri untuk mempercayai ajaran-ajaran agamaku yang kurang rasional.

“Wah sudah mau maghrib, Bejul mau ke asrama dulu ya kak” tanpa menunggu anggukan dariku ia sudah berlari ke asrama samping gereja di mana ia tinggal. Tanpa sepengetahuannya pula aku memikirkan perbincangan kami tadi.

Sejak saat itu aku lebih banyak membaca buku-buku tentang keislaman yang terdapat di perpustakaan gereja. di sana juga disediakan buku-buku keislaman untuk dipelajari sebelum dari kita, para misionari, terjun ke tempat-tempat, di mana anggota Life Outreach Internasional menjalankan misinya.

“Oh Tuhan bapak, maafkan hambamu yang lemah ini. Bukan maksud hamba untuk lari darimu. Tapi hamba hanyalah manusia yang mempunyai rasa keingintahuan yang besar. Ternyata kitab yang kubaca dan kuyakini selama ini banyak membuatku bingung. Apakah salah jika hamba harus memilih yang lebih benar dari ini. Maafkan Tuhan” aku membatin sendiri dan masih tetap dalam pikiranku yang bingung.

Sudah sepekan aku tidak ke gereja, karena di sana bukan tempatku lagi. Aku lari dari sana mengajak Bejul ke tempat dimana aku bisa memperdalam tentang hal-hal yang kupelajari.

Monica Cristine, gadis cantik keturunan Cina, anggota didikan Life Outreach Internasional (LOI) yang didirikan oleh James Robiison, sebuah organisasi milik misionari yang dalam melakukan kristenisasi atas nama kedok kemanusiaan, dalam organisasi ini ada target pengkristenisasian satu juta pertahun.

Melalui anak kecil itu aku telah mendapatkan hidayah-Mu Allah. Istiqamahkankan jalanku Tuhan. Akhirnya aku memilih jalanku sendiri. Islam, ya Islam yang banyak mengajarkanku tentang banyak hal. Jalan yang telah kuyakini saat ini.

Kairo, 1 Oktober 2005

No comments: