Wednesday, June 18, 2008

tulisan untuk majalah Sinar Muhammadiyah(Kairo)

THE CRISIS OF RELIGIONS HISTORY

Nafisah Fattah

Sebelum saya menjelaskan sejarah tentang keberadaan agama itu sendiri, saya ingin menjelaskan apa definisi kata din (agama) itu sendiri.

Secara leksikal, kata din berasal dari bahasa Arab yang berarti ketaatan dan balasan. Sedangkan secara teknikal, din berarti iman kepada pencipta manusia dan alam semesta, serta kepada hukum praktis yang sesuai dengan keimanan tersebut. Dari sinilah kata al-ladini (orang yang tak beragama) di-gunakan pada orang yang tidak percaya kepada wujud pencipta alam secara mutlak, walaupun ia meyakini shudfah (kejadian yang tak bersebab-akibat) di alam ini, atau meyakini bahwa terciptanya alam semesta ini akibat interaksi antar-materi semata. Adapun kata al-mutadayyin (orang yang beragama) secara umum digunakan pada orang yang percaya akan wujud pencipta alam semesta ini, walaupun kepercayaan, perilaku dan ibadahnya bercampur dengan berbagai penyimpangan dan khurafat. Atas dasar inilah agama yang dianut oleh umat manusia terbagi menjadi dua; agama yang hak dan agama yang batil. Agama yang hak merupakan dasar yang meliputi keyakinan-keyakinan yang benar; yang sesuai dengan kenyataan, dan ajaran-ajaran serta hukum-hukumnya dibangun di atas pondasi yang kokoh dan dapat dibuktikan kesahihannya.

Dari uraian singkat di atas tampak jelas bahwa istilah din atau agama terdiri dari dua unsur pokok: pertama, akidah atau aqa’id (keyakinan-keyakinan) yang merupakan prinsip agama. Kedua, hukum-hukum praktis yang merupakan konsekuensi logis dari prinsip agama tersebut.

Oleh karena itu, tepat sekali apabila bagian akidah ini dinamakan sebagai ushul (prinsip) agama, dan bagian ahkam (hukum-hukum) praktis dinamakan sebagai furu’ (cabang), sebagaimana para ulama Islam menggunakan dua istilah tersebut pada bidang akidah dan hukum-hukum Islam.

Pandangan Dunia dan Ideologi

Pandangan dunia (Ar-Ru’yah Al-Kauniyyah) dan ideologi adalah dua istilah yang berdekatan artinya. Salah satu arti pandangan dunia ialah seperangkat keyakinan mengenai penciptaan, alam semesta dan manusia, bahkan mengenai wujud secara mutlak.Sedangkan arti ideologi, salah satunya ialah seperangkat pandangan universal tentang sikap praktis manusia. Berdasarkan dua arti ini, sistem akidah setiap agama dapat dianggap sebagai sebuah pandangan yang bersifat universal. Sedang sistem hukum praktis agama yang bersifat umum adalah ideologinya. Maka itu, kedua istilah ini dapat diterapkan pada ushuluddin dan furu’uddin.

Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa istilah ideologi itu tidak meliputi hukum-hukum juz’i (partikular), begitu pula istilah padangan dunia itu tidak meliputi keyakinan-keyakinan yang juz'i. Hal lain yang juga perlu diperhatikan ialah bahwa istilah ideologi terkadang digunakan untuk pengertian yang bahkan mencakup pandangan dunia itu sendiri.

Pandangan Dunia Ilahi dan Materialisme

Pada umat manusia, terdapat berbagai pandangan dan keyakinan mengenai penciptaan alam semesta ini. Akan tetapi, semua itu dari sisi keimanan atau pengingkaran terhadap alam metafisis– dapat dibagi menjadi dua bagian utama; pandangan dunia Ilahi dan, pandangan dunia Materialisme.

Dahulu, penganut pandangan dunia materialisme dikenal sebagai ath-thabi’i dan ad-dahri. Terkadang juga disebut sebagai zindik dan mulhid (ateis). Sedangkan di zaman kita sekarang ini, mereka dikenal sebagai al-maddi (materialis). Di dalam kaum materialis sendiri, terdapat aliran-aliran. Yang paling menonjol pada masa kita sekarang ini adalah Materialisme Dialektika yang merupakan bagian Filsafat Marxisme.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa istilah pandangan dunia tidak terbatas hanya pada kepercayaan agama saja, namun mempunyai pengertian yang lebih luas lagi, karena istilah itu juga digunakan pada pandangan ilhadiyyah (ateisme) dan madiyyah (materialisme), sebagaimana istilah ideologi itu tidak hanya digunakan untuk sistem hukum suatu agama.

Agama-agama manusia

"Semua agama yang ada saat ini, entah disadari atau tidak oleh penganutnya, sudah memasuki suatu proses krisis yang berlangsung terus dan mendasar," demikian kata Hendrik Kraemer, seorang tokoh terkemuka dalam gereja Protestan. Konstatasi bahwa agama-agama menghadapi situasi krisis tidak hanya disampaikan oleh Kraemer sendiri. Ada banyak orang yang berpendapat seperti itu. Dr. Malachi Martin misalnya, yang dulunya seorang pastos Yesuit dan guru besar pada Pontifical Biblical Institute, Roma, setelah melakukan studi selama bertahun-tahun terhadap tiga agama serumpun yang berasal dari Kemah Ibrahim; Yahudi, Kristen dan Islam, juga sampai pada kesimpulan seperti itu; agama-agama sedang menghadapi krisis. Hasil kajiannya itu dikemukakan dalam bukunya The Encounter yang di beri judul "Religions in Crisis".

Agama yang hidup menghadapkan individu yang bersangkutan dengan pilihan yang paling menentukan yang dapat diajukan oleh dunia ini. Agama yang hidup memanggil jiwa bertualang jauh melambung tinggi, suatu perjalanan yang ditawarkan, melintasi hutan belantara, puncak gunung dan padang pasir kerohanian manusia. Panggilannya ini adalah untuk menghadapi kenyataan, dan untuk mengendalikan diri sendiri. Mereka yang berani mendengar dan mengikuti panggilan rahasia ini segera akan mempelajari bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran dari perjalan yang sunyi itu.

Agama yang otentik merupakan pintu gerbang yang paling jelas. Melalui pintu gerbang itulah kekuatan kosmos yang tidak terhingga tercurah ke dalam eksistensi manusia. George Bernard Shaw berkesimpulan bahwa agama adalah satu-satunya kekuatan penggerak yang sesungguhnya di dunia ini. Agama bukanlah merupakan fakta dalam arti historis. Agama merupakan sebuah makna.

Telaah agama

Banyak agama yang tersebar pada saat ini, seperti agama Hindu, Buddha, Khong Hu Cu, Taoisme, Islam, Yahudi, dan Kristen.

Setidaknya kita tahu tentang fakta apapun mengenai warisan agama manusia, seperti makna yoga bagi orang Hindu, uraian Buddha tentang penyebab penyimpangan hidup, cita-cita hidup Konfusius tentang orang baik, seperti yang terwujud dalam pribadi Lao Tse, Lima rukun Islam, apa makna Eksodus bagi Yahudi, hakikat kabar gembira bagi orang Kristendi zaman awalnya, dan seterusnya. Suatu hal yang tidak dapat diremehkan. Tetapi apakah hanya itu?

Kita mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan agama dalam kehidupan manusia. Hal itu malah mungkin menimbulkan kekecewaan tersendiri karena betapa sering perwujudan agama gagal. Dan kita mungkin telah merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi kebudayaan itu sendiri.

Tidak ada salahnya kita mengambil sikap baru terhadap agama lain yang bukan agama kita anut sendiri. Tetapi, bukan dalam arti kita bahwa kita menyetujui semua agama tersebut. Karena dalam menelaah kehidupan semua agama manusia tersebut, tidak ada hal yang mengharuskan garis batas keyakinan kita masing-masing.

Saat ini yang harus kita pertanyakan adalah; bagaimana keserasian semua agama itu dengan yang lainnya? Dan bagaimana pula hubungan satu dengan yang lainnya?. Dalam perbandingan agama dewasa ini , nilai suatu jawaban lah yang membuat kokohnya jawaban tersebut. Yang pertama adalah bahwa di antara semua agama yang dianut manusia itu, ada suatu agama yang sedemikian tinggi mutunya, sehingga menganggap agama yang lainnya tidak bermutu dan lebih parah lagi menyebutnya dengan agama kekerasan atau agama teroris. Da n jawaban yang kedua adalah bukankah masing-masing agama itu mengandung bentuk tertentu dari hukum utama, hukum cinta, akan sesama manusia, dan bukankah semua agama itu berangapan bahwa sikap mementingkan diri sendiri merupakan sumber kesulitan hidup manusia dan berusaha untuk membantu manusia itu untuk mengatasi kesulitan tersebut dan aturan-aturan lainnya. Tetapi masih saja banyak dari mereka yang menganut suatu agama memerangi mereka yang berlainan agama.

Maka, setiiap hari dunia seakan semakin menjadi kecil, yang menyebabkan bahwa hanya saling pengertianlah yang dapat memungkinkan terwujudnya kedamaian. Tetapi kita seakan tidak siap menghadapi semakin kecilnya arti jarak ini. Saat ini, siapakah yang benar-benar siap menerima kenyataan yang agung bahwa bangsa-bangsa di dunia ini sama derajatnya. Kita terkadang tidak sadar menganggap segala yang berbau asing itu sebagai suatu hal yang lebih rendah. Padahal saat ini kita hidup pada abad raksasa, yang mana kemampuan abad ini jika dikembangkan sepenuhnya, maka kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai juga harus diimbangi dengan kemajuan yang setaraf dalam hubungan kemanusiaan.

Mereka yang mau mendengarkan orang lain dalam dunia sekarang ini, akan lebih berfikir tentang perdamaian, bukan perdamaian yang dilandaskan pada kekuasaaan keagamaan ataupun kekuasaan politik, tetapi yang didasarkan pada pengertian dan saling keterlibatan dalam kehidupan orang lain. Karena dengan pengertian itu, setidaknya akan menumbuhkan suatu penghormatan, dan penghormatan itu sendiri akan merintis jalan ke arah kekuatan yang lebih tinggi, yaitu cinta, yang dapat memadamkan api ketakutan, kecurigaan, dan prasangka. Dengan begitu tidak lagi akan menimbulkan peperangan agama yang saat ini banyak terjadi.

Setiap agama merupakan suatu paduan dari prinsip-prinsip universal dan perwujudan lokal, yang mana hanya penganutnya yang paham terhadap apa yang diyakininya.

No comments: