Wednesday, June 18, 2008

yang dah dimuat di kumcer ''Dialektika Bisu'' (LSBNU)

SALAM TEMPEL

Nafisah Fattah

"Pak Kus…untuk masalah halal bihalal tahun ini, masyarakat meminta anda untuk menangani, bagaimana menurut anda pak Kus?, kasihan kalau harus pak Yono lagi. Dia sudah tua, pasti capek untuk mengurusi hal-hal seperti ini. Tolong ya pak Kus" kata pak Mun, RT di Dusun Damai ini, secara tiba-tiba saat berkunjung ke rumahku.

"Ah pak Mun, apa tidak salah dengar. Saya kan tidak tahu apa-apa. Jangan-jangan kalau acara besar seperti halal bihalal ini diserahkan pada saya, malah tidak semenarik acara tahun-tahun sebelumnya, atau bisa-bisa gagal"

"tidak ada petir, apalagi hujan", kataku masih tergagap. Kaget atas permintaan pak RT, tapi juga ada sedikit rasa bangga karena bisa dipercayai untuk mengurus hal besar seperti itu.

"Sudahlah pak Kus, belum maju dan mencoba kok pesimis, lagian pak Kus kan tidak sendirian, banyak remaja-remaja masjid dusun yang membantu. Saya yakin pak Kus pasti bisa. Ini amanah dari masyarakat lho pak !" potong pak Mun. Aku hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala saja saat pak Mun bicara, tidak berani membantah ataupun menolak. Walaupun aku tidak seberapa paham maksudnya kismis, eh pemisis. Ah entahlah istilah apa itu, maklumlah sekolah saja tidak lulus. Hehe…

"Insyaallah pak, akan saya usahakan"

"Begitu dong pak Kus…jangan menyerah sebelum mencoba ya…" sambil tangannya menepuk-nepuk bahuku yang sudah sedikit nyeri dari kemarin. Maklumlah petani, apalagi kerjaan tetapnya, selain mencangkul dan mencangkul.

"Iya pak" tukasku antara gamang dan ketidak pastianku

"Oh ya pak Kus, ini uang 5 juta untuk anggaran acara halal bihalalnya, mohon diperhitungkan ya pak Kus…"

"Insyaallah pak, saya tahu" pak Mun memberiku amplop berisi uang hasil iuran masyarakat untuk acara nanti.

"Oh ya pak Kus, untuk acara halal bihalal tahun ini, rencananya kita akan mengundang seorang ustadz Alim, saya sudah mengirim surat permohonan sekaligus menghubungi beliau lewat telpon untuk mengisi salah satu daftar acara nanti. Dan beliau menyetujui untuk datang pada acara dusun kita. Satu lagi pak Kus…untuk menarik perhatian penduduk dalam acara nanti, itu tergantung kerja sama antara pak Kus dan para remaja masjid. Terima kasih ya pak Kus atas partisipasinya" sambungnya. Aku hanya bisa menganga, tanpa bisa mengeluarkan kata-kata walaupun hanya satu kalimat. Sambil berusaha menyusun kepercayaan diriku sendiri, aku hanya bisa mengangguk. Mataku nanar menatap amplop berisi uang yang baru saja diberikan pak Rt padaku.

***

Halal bihalal tahun ini sepertinya merupakan acara halal bihalal yang paling ramai dari tahun-tahun kemarin, karena rencana pak RT dusun ini akan mengundang da’i kondang yang namanya tidak asing lagi di kalangan orang-orang besar, apalagi dikalangan kita-kita sebagai rakyat dusun kecil ini. Namanya selalu menghiasi media-media cetak manapun, baik yang kecil ataupun yang besar. Tak jarang pula wajahnya menghiasi channel-channel televisi saat ada acara-acara besar keagamaan. Kata-katanya yang menyejukkan bagi siapapun yang mendengarnya, apalagi bagi orang awam semacam aku.

Aku adalah orang dusun yang nggak punya jabatan apa-apa di Dusun Damai, tempat aku lahir dan dibesarkan sampai saat ini. Jangankan jabatan, sekolah saja aku hanya tamat SD. Mau bagaimana lagi, biaya sekolah sangat mahal, apalagi orang tuaku tidak meninggalkan warisan apa-apa ketika meninggal dunia, kecuali rumah yang ku tempati sekarang. Namaku Kusrin, orang Dusun biasa memanggilku pak Kus. Dan saat ini umurku kurang lebih empat puluh satu-empat puluh dua-an gitulah, pastinya aku kurang tahu. Maklumlah, bagi orang desa seperti aku, tidak ada waktu untuk memikirkan umur sendiri. Yang penting hidup, itu saja sudah cukup!!!. Eh…kok malah menceritakan tentang aku, kembali ke dai kondang tadi. Walaupun beliau tergolong muda, kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu bisa menyeret hati siapa saja untuk mendengarnya.

"Ah…benar-benar da’i kondang pujaan banyak manusia. Da’i muda yang kehadirannya selalu dinanti-nantikan banyak umat", gumamku pada diri sendiri

***

Halal bihalal yang ditunggu-tunggu telah dimulai, semarak halal bihalal yang kental dengan nuansa islam kembali digaung-gaungkan. Tanpa disangka-sangka banyak yang hadir pada acara ini, bukan hanya penduduk dusun ini, tapi dari dusun sebelahpun rela datang walau hanya dengan berdiri. Yang penting bagi mereka, bisa menatap wajah da'i yang tidak asing lagi namanya secara langsung, sudah cukup bagi mereka.

Aku sebagai seorang yang dipercaya menangani acara ini oleh pak RT, merasa bahagia sekali, karena bisa membuat halal bihalal tahun ini ramai, kebersamaan antara dusun Damai dengan dusun sebelah terjalin. Berkat kehadiran ustadz Alim juga tentunya.

Hingga di penghujung acara, satu persatu penduduk pulang karena capek. Ustadz Alim juga mohon pamit. Aku maklum, jadwal safari dakwahnya pasti padat. Selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, saat bersalaman, tidak lupa aku menyelipkan amplop, yang mungkin isinya tidak ada apa-apanya bagi beliau. Tapi setidaknya uang amanat masyarakat dusun ini, tulus kita berikan.

***

"Kebahagiaan, kedamaian, dan ketentraman hati senantiasa berawal dari ilmu pengetahuan, pengabdian, dan kejujuran. Ilmu mampu menembus yang samar dan menemukan sesuatu yang hilang serta menyikap sesuatu yang tersembunyi. Selain itu, naluri dari jiwa manusia adalah keinginan untuk mengetahui hal-hal yang baru dan mengungkap sesuatu yang menarik. Pengabdian dalam memberikan yang terbaik harus didasari dengan bekal
pemahaman dasar nilai-nilai kehidupan manusiawi yang hakiki. Seseorang yang sombong dengan harta dan kedudukannya, kehidupannya tidak akan sempurna. Hal-hal yang disombongkan tersebut hanya akan berguna untuk
memenuhi kepentingan diri sendiri serta mudah membuka jalan untuk melakukan korupsi. Letakkanlah kehidupan ini sesuai porsi dan tempatnya karena kehidupan adalah laksana permainan yang harus diwaspadai." Sebagaian kata-kata yang diucapkan oleh ustad Alim, tatanan kalimat yang bagus dengan inti yang memukau. Tapi itu sudah setahun yang lalu. Saat beliau diundang pertama kali untuk mengisi acara halal bihalal di dusun ini.

Saat ini, aku hanya bisa prihatin tanpa bisa berbuat apa-apa, menatap kursi-kursi kosong di bawah tenda, seperti tanpa ada kehidupan. Mereka, para penduduk dusun lebih memilih menyaksikan santapan rohani da'i pujaan mereka walaupun hanya lewat channel salah satu televisi, dari pada menghadiri acara rutin halal bihalal dusun Damai. Kalaupun ada yang datang, itu cuma sebentar, hanya sebagai syarat karena merasa tidak enak dengan ibu Fatmawati, istri pak Mun. Setelahnya, pulang dengan berbagai alasan demi menyaksikan seorang ustadz Alim yang berceloteh.

Hujan malam ini menambah suasana muram dusun Damai. Rintik-rintiknya menciprati panggung yang seharusnya ditempati ustadz Alim untuk berpidato. Dan hanya digantikan seorang da'i kampung yang tidak begitu menarik minat penduduk sini.

Aku hanya orang dusun yang tidak tahu apa-apa. Aku tidak tahu apa yang terdetik di hatinya saat itu, ketika aku menghubunginya untuk mengisi acara halal bihalal lagi, dan beliau menyetujuinya karena memang kebetulan tidak ada jadwal. Tapi aku lebih tidak tahu lagi apa isi hatinya, saat memutuskan untuk tidak bisa hadir di Dusun Damai ini, karena ada jadwal safari da'wah yang tidak bisa ditinggalkannya, tepat dua hari sebelum hari H acara halal bihalal di dusun Damai.

"Kenapa? Apa karena acara halal bihalal yang akan dihadirinya lebih heboh. Apa karena selain acaranya disiarkan langsung oleh salah satu channel televisi. Amplopnya juga sepuluh kali lipat lebih tebal". Aku hanya orang dusun yang tidak tahu apa-apa.

Aku hanya orang dusun, lebih tidak mengerti lagi dengan salah satu ucapannya waktu itu bahwa Seorang pimpinan yang bijak dan cerdas adalah orang yang mampu mengubah kerugian menjadi keuntungan. Masalah-masalah yang telah berlalu jangan diungkit lagi, karena hanya akan menimbulkan kesedihan, kegoncangan, dan terbuangnya waktu dengan percuma. Arahkanlah pandangan ke depan dan pertanyakan kepada diri sendiri, sudahkah ada yang akan didarmabhaktikan bagi bangsa dan negara ?.

Setidaknya walaupun aku bodoh, tapi aku masih punya ingatan. Sekali lagi, aku hanya orang dusun yang tidak tahu apa-apa maksud dari ucapannya.

Ramadhan in Cairo, 28 September 06

No comments: